Titik

Minggu, 28 November 2021 14:58 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Langit sedang murung hari ini, warnanya kelabu. Matahari seakan enggan membuat langit bahagia. Awan pun mendukung dengan rintik hujan sejak pagi. Seorang gadis dengan payung merah muda berhiaskan bunga berjalan menuju jembatan. Sebuah ransel berwarna sama menempel di punggungnya.  Dia berhenti sejenak seakan ada yang di pikirkan. Kemudian berjalan lagi. Tetapi, langkahnya tiba-tiba berhenti. Dia kembali lagi ke tengah jembatan dan  berdiri mematung sambil menatap langit seakan mereka berbicara. Berbicara tentang hari ini, kemarin dan esok. Kemudian dia menatap ke bawah, kearah sungai yang mengalir yang seakan tak peduli dengan semua. Airnya beriak terkena rintikan hujan – menari –  mengajak si gadis untuk ceria. Tidak usah mengikuti murungnya langit, ujarnya. Si gadis tersenyum pahit. Berkelebat ingatannya kebelakang. Ia ingin menangis, tetapi tak satupun air mata keluar dari ujung matanya. Ia ingin berteriak tetapi bibirnya kelu. Ia hanya bisa menatap kembali langit dan sungai . Ia hanya bisa merasakan rintik hujan menerpa payungnya dan merasakan dengan telapak tangannya.

Terdengar kembali teriakan ibunya saat dia melakukan satu kesalahan. Terasa kembali panas pipinya saat tamparan mendarat dari tangan ayahnya. Semua yang dilakukan selalu salah dan tak sempurna. Ia laksana manusia rendah yang tak perlu belas kasihan. Dan, tak ada satupun yang menyodorkan tangan membantunya, teman sekalipun. Ia seorang gadis belasan tahun yang masih menginginkan perhatian dan kasih sayang orang tuanya yang tak pernah ia dapatkan sejak kecil. Setiap ayah ibunya bertengkar, dia akan di giring ke tengah pertengkaran menjadi kambing hitam. Keduanya menyesalkan kelahirannya ke dunia. Dia anak yang tak diharapkan, anak haram.
Mula-mula dia menangis. Tetapi, tangisannya menambah kemarahan orang tuanya sehingga melayangkan semua caci maki kepadanya. Sejak itulah dia selalu menahan tangis, menahan kepedihan, menahan rasa sakitnya. Hidupnya diliputi kesepian dan kehampaan. Dadanya terasa sesak, nafasnya terasa berat mengingat itu semua. Ia merasa tak kuat, tak ada tempat bersandar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gadis itu meletakkan payung dan ransel-nya, kemudian menaiki batas jembatan, memandang langit sambil tersenyum, kemudian menjatuhkan badannya. Dia merasa tubuhnya ringan, menari dengan sungai, mengikuti arusnya. Dia merasakan lega dalam dadanya. Sungai ini akan mengantarkannya menuju samudra agar ia bisa menari dengan ombak.

Sementara itu, seorang  pemuda yang tak sempat meraih gadis itu berteriak histeris, dalam isakannya dia berguman “aku… ingin mengatakan …  bahwa aku menyayangimu …”.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Fitri W

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Titik

Minggu, 28 November 2021 14:58 WIB
img-content

Wajah Dalam Foto

Kamis, 18 November 2021 07:51 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua